Panggung setinggi kurang lebih setengah meter itu sudah dipenuhi aneka atribut kesenian Jawa. Tarian Glipang asal Jawa Timur mengawali penampilan dalang yang ditunggu-tunggu, Sujiwo Tejo.
glowupmagazine.com – Usai tarian tersebut, ruangan berubah menjadi gelap tanda pementasan wayang akan segera dimulai. Para penonton berkerubung menuju tempat duduk acara yang masih kosong, demi menyaksikan sang dalang yang segera akan naik ke atas panggung seluas 6 x 8 meter.
Sementara nyanyian sinden telah mendayu-dayu dibalut alunan musik gamelan. Panggung bercahaya keemasan di tengah kegelapan, menampilkan jejeran sosok gagah para wayang. Tepuk tangan riuh penonton pun bergema ketika MC mempersilahkan Sujiwo Tejo menempati singgasananya.
Pemimpin dan Tuhan
“Si Dalang Edan” membuka pertunjukan dengan menyodorkan obrolan seputar keinginan tokoh Hanoman yang ingin keluar dari lingkungan istana demi mengejar pendidikannya. Spontan ia dicemooh oleh lingkungannya. “Ulama dan penguasa itu harus pisah, tempatnya sendiri-sendiri,” begitu nasehat Arjuna kepada Hanoman ketika dirinya ragu menanggapi kalangan istana yang lebih menginginkan dirinya untuk mengabdi pada kekuasaan. Pementasan wayang oleh Sujiwo Tejo tersebut lebih banyak dilakukan dalam bahasa Indonesia.
Cerita pun mengalir jauh ke mana-mana, saling sambut sesuai arahan sang dalang yang berkali-kali menyinggung persoalan di Indonesia dewasa ini. Dari mulai Negara Islam Indonesia (NII), bencana jatuhnya pesawat Merpati, sifat pemimpin, sampai pertikaian antar agama yang selalu rawan terjadi di negeri ini.
“Sifat pemimpin itu,” demikian Arjuna berpetuah kembali, “Harus seperti matahari, menyinari masyarakat.” Arjuna kemudian terus menyebutkan 8 sifat pemimpin lagi, seperti api (tuntas mengerjakan apa pun), seperti bumi atau tanah (rela diinjak-injak tapi terus menumbuhkan), seperti rembulan (menyerap aspirasi masyarakat), seperti angin (berhembus atau mendatangi apa dan ke mana saja tanpa pilih kasih), seperti air (fleksibel di kalangan mana saja), seperti bintang (berbudi indah dan menjadi pembimbing arah), dan seperti samudera (memiliki pengetahuan luas sehingga mampu menghadapi berbagai masalah).
Di dalam beberapa petuahnya, Arjuna juga menggugah Hanoman dan tentunya para audiens dengan perkataan,” Tuhanmu yang dihina kok kamu yang marah? Seolah-olah kamu lebih berkuasa daripada-Nya!”
“Sebenernya kita jangan marah kalau Tuhan kita dihina. Yang terjadi sekarang ini kan begitu, orang marah kalau Tuhannya dihina. Seolah-olah dirinya lebih berkuasa daripada Tuhan. Seharusnya kita baru marah kalau kita dilarang menjalankan ibadah kita,” Jelas Sujiwo Tejo saat ditemui Glow Up usai pertunjukan.
***
Sujiwo Tejo menggelar pementasan wayangnya dalam acara “Prambanan 2011” yang diselenggarakan oleh Prasetya Mulya Business School, Sabtu, 14 Maret 2011, di Kampus Prasetya Mulya, BSD City. Sebelum pementasan wayang di penghujung acara, sudah berbagai kesenian tradisional Indonesia ditampilkan. Ada berbagai macam tari seperti Saman dari Aceh, sampai paduan suara mahasiswa setempat. Selain itu, “angkringan”, stan-stan di samping kanan panggung, menjajakan berbagai sajian kuliner khas Jawa. Acara “Prambanan” juga dimeriahkan dengan pameran fotografi Yogyakarta oleh Apochromatic (klub fotografi), kerajinan menggambar tattoo Jawa, belajar membatik, dan sebagainya.
“Acara ini emang bertujuan untuk membuat para mahasiswa di sini aware dengan budaya tradisional kita,” kata Irma Savitri, ketua pelaksana Prambanan 2011. Menurutnya, acara “Prambanan 2011” tersebut diharapkan dapat meningkatkan gairah bisnis berbasis budaya serta kesenian tradisional di masyarakat Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar