NEWS UPDATE :
Home » , » Sebab dan Awal Berpikir Pada Manusia

Sebab dan Awal Berpikir Pada Manusia

Kamis, 29 September 2011 | 0 komentar

Berpikir adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh manusia, tetapi saya tidak tahu apakah sewaktu tidur manusia berpikir atau tidak. Sewaktu saya tidur-tiduran, saya masih bisa berpikir. Dari tidur-tiduran, saya mendapat inspirasi untuk menuliskan artikel ini. Pertama-tama saya berpikir, kenapa saya bisa berpikir? Kedua, kenapa saya berpikir tentang hal itu? Ketiga, dari mana asalnya pikiran tentang hal itu? Pertanyaan memusingkan tersebut tentu tidak saya pikirkan sampai akhirnya terlelap tidur, karena saya tahu menjawab pertanyaan tersebut semalaman akan membuat saya gila.

Artikel ini berjudul sebab dan awal berpikir pada manusia, bukan berarti membicarakan mana yang lebih dulu antara berpikir dengan objek yang menjadi bahan pikiran. Misalnya, mana yang lebih dulu melihat batu lalu memikirkan batu, atau berpikir konsep batu maka barulah melihat batu. Memikirkan hal tersebut, saya anggap, sama saja mempertanyakan mana yang lebih dulu antara telur dan ayam. Sebaliknya, artikel ini membicarakan tentang pemicu berpikir, dengan pertanyaan dari mana aktivitas memikirkan sesuatu itu dapat terjadi?

Berpikir Akibat Ketidaksengajaan

Berpikir akibat ketidaksengajaan adalah hal yang paling sering terjadi pada manusia. Hal ini terjadi ketika, misalnya ingin mengambil minum. Air minum yang akan diambil tentunya mengharuskan orang mengambil wadah terlebih dahulu, entah itu gelas, wajan, panci, maupun botol. Dapat diketahui bahwa ada aktivitas yang dilakukan sebelum melaksanakan tujuan utama dengan cara berpikir yang tidak disengaja yaitu mengambil wadah. Dengan ini sebenarnya, mengambil wadah adalah satu hasil dari sekian banyak proses berpikir dan hal ini bersifat a priori.
Orang yang bertujuan mengambil air tidak perlu berpikir tentang wadah dengan warna yang paling disukai dan bentuk yang paling bagus. Orang hanya perlu media yang, secara logis, dirasa cocok untuk mengambil air. Dengan kata lain, berpikir akibat ketidaksengajaan bisa disebut sebagai spontanitas berpikir.

Sengaja Berpikir

Sengaja berpikir merupakan berpikir secara sistematis dan logis. Berpikir dengan disengaja membuat orang memikirkan berbagai hal secara rinci. Misalnya, mempertanyakan  mana yang harus dipilih laptop dengan hardisk 320GB dan processor 1.7GHz atau laptop dengan hardisk 240GB dan processor 2.8GHz? Tentu pemilihan ini akan berlangsung bukan berdasarkan selera, tetapi karena nilai kebutuhan dan nilai ekonomis. Orang berpikir kenapa saya ingin membeli hardisk 320GB? orang bisa menjawabnya bahwa ia butuh kapasitas besar untuk menyimpan data. Mungkin juga orang berpikir, kenapa butuh processor 2.8GHz? ia bisa menjawabnya bahwa ia butuh daya proses yang cepat untuk meng-compile kode atau script.  Oleh karenanya, dapat dibenarkan bahwa kegiatan membandingkan, mempertanyakan kembali, memecahkan masalah, mempertimbangkan, dan membuat kesimpulan adalah kesengajaan dalam berpikir.
Kegiatan sengaja berpikir juga dapat ditemukan dalam matematika, entah dalam mengerjakan soal atau meneliti sesuatu. Sulit dipercaya rasanya kalau ada orang yang mengerjakan soal matematika tidak serta merta mencurahkan isi kepalanya, kecuali soalnya hanya sekedar 1+1 dan sejenisnya. Jika ditinjau dari faktor usia, anak batita mungkin hanya mampu mengerjakan soal matematika sederhana dan mereka pun berpikir untuk mengerjakan soal tersebut. Oleh karena itu, maka sengaja berpikir memang bersifat sistematis dan seharusnya logis.
Ada pula kesengajaan berpikir, tetapi yang dipikirkan adalah hal yang tidak bisa diterima secara ilmiah misalnya soal perdukunan, ilmu ghaib, atau cinta. Memang benar, bahwa hal tersebut sengaja dipikirkan, tetapi apa yang dipikirkan tidak bisa dibandingkan dengan angka dan rumusan yang logis. Jadi sengaja berpikir tidak semata-mata memikirkan matematika atau cinta, tetapi bisa keduanya.

Gunanya Apa?

Ketika orang mengambil gelas untuk minum, sangat jarang yang memperhatikan, atau memeriksa gelas tersebut bolong atau tidak. Orang hanya terbatas pada — ada gelas, ada air, ambil air, dan minum. Dengan kata lain, ada sesuatu yang hilang dalam proses tersebut yaitu kesadaran dan kewaspadaan.
Hilangnya kesadaran dan kewaspaan sering membuat orang menjadi naif, sok tahu, dan gegabah. Contoh tentang gelas, air, dan minum adalah contoh kecil yang membuat kesadaran dan kewaspadaan tidak menjadi hal penting. Namun, jika diterapkan pada persoalan besar seperti ekonomi dan politik, kesadaran dan kewaspadaan dalam berpikir menjadi sangat penting untuk mengambil keputusan.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BERBAGI ILMU - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger